Ketika Kita Mencintai �
Apabila ’Aku mencintaimu karena Dikau mencintaiku’,
maka Cintamu menjadi semata-mata seperti reaksi transaksi timbal balik,
seperti seseorang sedang berjualan
dan yang satunya sedang membeli di hiruk pikuk sebuah pasar.
Dan Cintamu bukanlah lagi sebuah ’cinta yang sakral tanpa syarat’
Akan tetapi lebih menjadi hal lumrah yang murah
dan diperoleh dengan sangat mudah.
Mencintai tidak mengenal meminta balasan
ataupun segala bentuk imbalan apapun sebagai balasannya;
atau bahkan tidak merasakan perasaan bahwa Engkau sedang memberi sesuatu –
karena perasaan memberi akan membuatmu menunggu balasan,
apapun bentuknya
walau sekedar ungkapan terimakasih atas pemberianmu,
Mencintai lebih dari memberi sesuatu,
Ketika Engkau mencintai
Engkau berbagi bagian kehidupanmu yang terindah
Karena:
’Mencintai membuat Dirimu menjadi insan yang bebas’
Memberi tanpa ikatan dan keterlekatan
yang menanti balasan,
menunggu pamrih apapun,
maupun menunggu jawaban:
’Aku juga cinta Kamu.’
(Terjemahan bebas ’What is Love’ by J. Khrisnamurti.oleh Emmy LD)
Ketika aku pas jalan-jalan ke Plaza Indonesia, aku melihat sebuah
kemeja yang bagus banget, branded lagi dan sedang sale. Cepat-cepat aku
belikan satu buat suami tercinta sebagai oleh-oleh. Aku sengaja pilihkan
warna hijau salem. Menurutku warna hijau salemlah yang terbagus di
antara jajaran kemeja-kemeja yang ada di Plaza Indonesia. Aku sudah
membayangkan dengan memakai kemeja hijau salem, suamiku akan nampak
lebih cakep dan lebih muda. Ketika dia menerima kemeja tersebut, dia
tersenyum lalu mencium pipiku dan memuji pilihan warnaku. Katanya, warna
pilihanku selalu bagus dan dia tahu betul warna hijau salem adalah
warna favoritku. DEG!!! Aku baru menyadari bahwa sebenarnya warna hijau
salem adalah warnaku sedangkan warna favorit suamiku adalah warna biru
lembut. Aduh!! Sudah terlanjur, nih kemeja bermerek terkenal yang aku
pilih sebenarnya mempunyai warna yang bukan warnanya. Aku baru sadar
ketika memilihkan kemeja itu, egoku yang berbicara, menginginkan suamiku
mengikuti kesenanganku dalam soal pilihan warna.
Lain pula ceritanya dengan anak-anakku. Ketika anak-anakku baru
tumbuh dalam masa usia balita, rasanya dunia ini indah karena mereka
selalu mengikuti apa yang aku katakan. ”Adek, jangan pegang lampu mama,
ya. Ntar pecah. Kalau pecah ntar kaki Adek bisa terluka deh.” Dan si
Bungsuku, gadis kecil manisku, dengan manisnya tidak jadi memegang
table lamp yang baru dibeli. Atau, ”Abang, susunya dihabisin, ya biar
cepet gede dan pinter. Kalau sudah gede mau jadi apa, Bang?” Jawab si
Abang, anak sulungku, ”Kayak papa ya Ma. Kan Abang anaknya papa”. Wah
rasanya senang sekali mendengar jawaban anak sulungku yang ingin kayak
papanya, jadi insinyur mesin lulusan ITB, cihui…. !! Rasanya anak-anak
ku adalah superkids dan sangat comel, dan aku menjadi super mom!
Dari kecil aku menemani mereka untuk mengerjakan tugas sekolah.
Pe-ernya selalu aku koreksi terlebih dahulu sehingga kalau ada yang
salah, bisa diperbaiki dan aku yang membantu memperbaikinya sehingga
nilai-nilai pe-er mereka selalu bagus-bagus. Pada saat aku membantunya,
aku merasa menjadi ibu yang hebat yang begitu memperhatikan anak-anakku
supaya mendapat nilai yang baik. Ketika Sulungku yang duduk di bangku
SMP kelas satu frustasi mendapat tugas mengarang yang topiknya cukup
sulit untuk seusianya, yaitu tentang lingkungan hidup, maka akulah yang
mengerjakan tugasnya. Dan tentu saja hasilnya mentakjubkan dapat nilai
tertinggi di kelas. Ketika di kelas dua, dia sampai terpilih sebagai
pelajar teladan di sekolahnya. Hebat, bukan? Ketika si Bungsu dapat
tugas membuat cookies untuk mencari dana dan dijual di bazar sekolah,
maka akulah yang turun tangan karena takut cookiesnya gosong dan kurang
enak. Rasanya saat itu aku menjadi ibu yang sangat amat baik, bahkan
menjadi ibu yang terbaik, deh. Aku sangat mencintai anak-anakku dan
apapun aku lakukan agar mereka tahu ibu mereka sayang sekali kepada
mereka Sehingga mereka juga akan membalas mencintaiku juga dan menuruti
nasihat-nasihatku. Padahal sebenarnya yang aku lakukan salah besar. Aku
tidak mencintai anak-anakku, sebaliknya aku telah mengajari anak-anakku
untuk tidak jujur dan berbohong kepada dirinya sendiri!
Lalu ketika si Sulung, lulus dari bangku SLTA, dia memilih jurusan
teknik mesin sesuai cita-cita yang selalu diceritakan kepada siapapun,
ingin jadi seperti papanya. Siapa sih yang tidak bangga apabila
mempunyai anak sulung yang bisa meneruskan kuliah ke sebuah universitas
bagus di Amerika?. Tetapi kemudian ketika dia mulai menyukai fotografi,
mimpi yang sebenarnya mulai terkuak muncul ke permukaan hidupnya. Dia
ingin jadi seorang fotografer daripada seorang insinyur mesin!
Bayangkan, betapa hancur hatiku. Padahal aku sudah memimpikan anak
pertamaku jadi seorang insinyur mesin dan bekerja di perusahaan multi
nasional seperti papanya. Sebenarnya jujur aku katakan, bahwa yang patah
hati adalah hati mamanya, bukan hatinya. Dia selalu hepi dengan hobi
barunya, kok.
Sebagai seorang ibu saat itu hatiku tetap gundah gulana, sulit
menerima keputusannya. Hari demi hari berlalu, si Sulung pindah jurusan
ke Marketing dengan mimpi lain mengembangkan bisnisnya sendiri di bidang
fotografi, jadi bukan sekedar ’tukang foto’ seperti yang aku sangka
sebelumnya. Pelan-pelan, dia menunjukkan bakat yang semula terpendam di
bidang seni fotografi menjadi makin nampak. Bisa memberi kursus kepada
mahasiswa teman-temannya, membentuk kelompok fotografi, mulai mencari
uang dari fotografi. Dan katanya, yang penting dia sangat enjoy banget
daripada ketika kuliah di teknik mesin. Beberapa alat-alat fotografi
yang mahal dibelinya dari hasil ’menjual’ talentanya di bidang
fotografi. Dan sekarang setelah lulus dengan Bachelor of Artsnya, dia
sedang merintis untuk memiliki sebuah studio foto digital yang
mempunyai sentuhan seni. Aku mulai menyadari bahwa selama ini aku telah
‘membentuk’ mimpinya, yang sebenarnya bukan mimpi miliknya tapi mimpi
yang aku inginkan.
Dan pelan-pelan aku leburkan mimpiku dengan mendampinginya dalam
perjalanan hidup si Sulungku dengan mimpi barunya. Pengalamanku dengan
si Sulung menjadikan sebuah pelajaran yang berharga bagiku dalam
mendampingi anak keduaku, si Bungsu. Dengan si Bungsu, aku lebih
fleksibel. Mendengarkan keinginannya, mendampinginya ketika mengambil
keputusan, dan tidak membentuk keinginan dan mimpiku lagi dalam dirinya.
Malahan dia bisa mendapat beasiswa, ikut pertukaran pelajar ke
Inggris, mendapat nilai akademis yang cukup membanggakan di bidang
pilihannya, dan menjalani hidupnya dengan lebih nyaman karena yang dia
jalankan adalah pilihannya dan keinginannya. Aku berusaha
mentransformasikan kesalahanku dalam mendidik anak pertamaku menjadi
sebuah pembelajaran yang sangat berharga dalam kehidupan keluargaku.
Sebenarnya yang aku lakukan ’aku mencintai anak-anakku’ agar mereka
mendapat nilai yang baik, agar mereka bisa jadi insinyur dan orang
terpandang, sebenarnya merupakan imbalan yang ingin aku peroleh dari
mencintai mereka. Memilihkan baju bermerek dengan warna favoritku (yang
sebenarnya bukan warna favorit suamiku) karena menginginkan suamiku
mengucapkan terimakasih atas perhatianku dan juga biar tambah cakep
dengan pilihan warnaku. Sebenarnya mencintai adalah membiarkan suamiku
memakai warna yang dia sukai bukan yang aku sukai, apapun mereknya pasti
dia bahagia, nampak lebih cakep dan lebih muda. Sebenarnya mencintai
adalah membiarkan si Sulungku mengembangkan talentanya di bidang seni
daripada bidang teknik, dan membiarkan si Bungsuku bereksperimen membuat
cookies biar gosong, kurang enak, tapi membiarkan dirinya menjalani
sebuah proses pembelajaran menuju ke tingkat kehidupan yang lebih tinggi
lagi. Mencintai adalah ketika mendampingi si Sulungku mencari
sumber-sumber bacaan untuk keperluan tugasnya, dan membiarkan dirinya
mengerjakan tulisannya oleh dirinya sendiri. Atau membiarkan anak-anak
mengerjakan pe-er mereka tanpa campur tangan ibunya agar mereka bisa
belajar dari kesalahan yang telah mereka lakukan.
Bila kita mencintai, seperti ketika kita memberi makan ikan-ikan koki
kita atau menyiram tanaman di halaman. Walaupun ikan koki tidak bisa
menuruti kehendak kita atau mengerti keinginanan kita, kita tetap
memberi makan tanpa kata-kata, dalam keheningan. Bahkan yang kita
lakukan adalah berbagi waktu dalam kehidupan kita untuk memberikan
kehidupan yang lebih sehat dan baik kepada ikan-ikan koki kita. Pun
dengan tanaman, kita menyiraminya, walau belum atau tidak akan
memberikan tempat yang teduh ketika kita kepanasan atau kehujanan, kita
tetap menyiraminya, menyiangi rumput-rumput di sekitarnya, tanpa
kata-kata, tanpa melekatkan keinginan kita kepada tanaman yang kita
pelihara dengan penuh kesabaran.
Mencintai yang sebenarnya adalah membiarkan orang yang kita cintai
membeli apa yang dia inginkan, bukan apa yang kita inginkan. Adalah
membimbing anak dalam menemukan jati diri mereka bukannya membentuk
impian kita dalam hidupnya. Adalah membiarkan anak-anak belajar dari
kesalahan, bukannya mengoreksi kesalahan yang mereka buat dan mematikan
kesempatan dalam proses pembelajaran kehidupan selanjutnya. Adalah tetap
mendampingi anak-anak ketika mereka dalam kesulitan tanpa mencampuri
dan mendiktekan apa yang musti mereka lakukan. Adalah menerima siapapun
dalam hidup kita apa adanya tanpa mengubah sisi apapun yang dia miliki.
Seandainya mencintai anak, pendamping hidup, serta siapapun seperti
kita mencintai tanaman dan hewan piaraan, tanpa kata-kata dalam
keheningan, maka hidup kita lebih damai dan bebas. Bebas dari
keterlekatan karena mengharapkan balasan untuk dicintai, paling tidak
didengar dan dituruti kehendak kita oleh orang yang kita sayangi. Pun
pada saat kita ditinggal oleh orang yang kita cintai selamanya, kita
bisa merelakan kepergiannya, walau dengan perasaan sedih dan kehilangan.
Kita bisa banyak belajar dari puisinya J. Khrisnamurti yang berjudul ’What is Love?’
Sehingga kita bisa menjadi makhluk yang bebas mencintai tanpa syarat
apapun, dan membebaskan diri dari pelekatan diri dan keterlekatan
menanti jawaban: ”Hei…, aku juga sayang kamu!”
Selamat mencintai tanpa pamrih.
*) Emmy Liana Dewi, Alumnus Workshop “Cara Cerdas Menulis Buku
Best-Seller”. Ibu Rumah tangga, pemerhati masalah pendidikan, dan
kesehatan holistik ini dapat dihubungi langsung di esuhendro@yahoo.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Most Product Views
-
085288008877 Distributor Pupuk Organik Kami merupakan Distributor Resmi PT. NATURAL NUSANTARA (NASA) yang melayani pemesanan baik part...
-
HERBAL & KESEHATAN Herbal adalah tanaman atau tumbuhan yang mempunyai kegunaan atau nilai lebih dalam pengobatan. Dengan kata ...
-
085288008877 Jual Pupuk Organik di Medan Kami merupakan Distributor Resmi PT. NATURAL NUSANTARA (NASA) yang melayani pemesanan bai...
-
Natural Crystal X Distributor Resmi Crystal X Asli Prodak PT. Nasa , Pemesanan SMS/WA 0852 8800 8877 BBM 521137DC | bisa men...
-
Ada korelasi antara kegiatan menulis dengan kondisi kesehatan manusia. Dan hubungannya ternyata positif. Artinya, menulis bisa menjadi salah...
-
Pestisida Organik Hama Penyakit Rp 277.000 Rincian harga 1 paket: PESTONA 500cc rp 50.000 x 2 botol ...
-
Tok….tok….tok….Hai para pengelola negeri, ijinkanlah kami rakyatmu mengetuk pintu hati nuranimu. Mohon dibukakan barang sedikit agar kalian ...
-
Pestisida Organik Hama Penyakit Rp 277.000 Rincian harga 1 paket: PESTONA 500cc rp 50.000 x 2 botol ...
-
0852 8800 8877 Jual obat pengencang payudara di Kabat Banyuwangi jawa timur, di Kabuh Jombang jawa timur, di Kademangan Blitar jawa timur, ...
-
Terimakasih sudah mengunjungi Web Distributor Pupuk Organik PT. Natural Nusantara ini. Ini bukan Web RESMI perusahaan PT....
0 comments:
Post a Comment